TANJUNGPINANG (HK)- Ketua DPRD Kabupaten Natuna, Yuspandi diminta hadir di persidangan Pengadilan Tinda Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungpinang sebagai saksi dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) pada LSM Badan Perjuangan (BP) Migas Natuna.
Dugaan korupsi tersebut sebesar Rp2,42 miliar tahun 2011-2013 yang dilakukan dua dari tiga terdaka, yakni Muhammad Nasir bin Bujang Zainal alias Nasir, termasuk Erianto dan Imalko (sidang terpisah) mantan Wakil Bupati Natuna, Jumat (19/8).
Kehadiran Ketua DPRD Natuna tersebut, diharapkan dapat memperjelas dan melengkapi keterangan dari sejumlah saksi lain yang telah hadir sebelumnya untuk dua terdakwa Muhammad Nasir bin Bujang Zainal alias Nasir, selaku Ketua Dewan Pendiri BP Migas Natuna.
Kemudian terdakwa Erianto, anggota DPRD Kepri periode 2014- 2019 yang dalam kasus ini menjabat sebagai bendahara di LSM BPMKN tersebut.
Hal dimaksud juga berkaitan aliran dana BP Migas Natuna senilai Rp2,42 miliar dari total 3,9 miliar lebih yang sudah dicairkan oleh dua terdakwa (M Nasir dan Erianto), yang salah satunya menyangkut pembelian mobil untuk Imalko, mantan Wabup Natuna senilai Rp350 juta tahun 2011 lalu.
Namun hingga saat ini, pihak jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri yang menyidangkan perkara atas nama dua terdawa M Nasir dan Erianto, belum menghadirkan orang nomor satu di DPRD Natuna saat ini, termasuk sejumlah saksi lain yang diperlukan.
Meski demikian, jalannya persidangan kedua terdakwa tersebut tetap dilanjutkan untuk mendengarkan keterangan terdakwa M Nasir sebagai saksi untuk terdakwa Erianto. Menyikapi hal itu, tim penasehat hukum (PH) terdakwa M Nasir, yakni Agusriawantoro SH dan Tomi SH merasa keberatan, dan terpaksa meninggalkan ruangan sidang yang dipimpin Zulfadli SH tersebut.
“Kami keberatan, karena masih banyak saksi yang belum dihadirkan oleh JPU yang menyangkut perkara tersebut. Dan salah satunya termasuk Ketua DPRD Natuna saat ini,” ucap Agusriawantoro SH ditemua Haluan Kepri di luar persidangan.
Sebelumnya, saksi Wan Hermin Iskandar, pemilik dealer Agro Purna Auto di Natuna dalam sidang mengakui pada tahun 2011 lalu, adanya transfer dana Rp100 juta dari terdakwa Erianto sebagai uang mungka pembelian mobil Toyota Delux dengan harga Rp350 juta.
“Belakangan saya baru tahu bahwa mobil Toyota Delux yang dipesan terdakwa Erianto saat itu, ternyata untuk Imalko (Mantan Wakil Bupati Natuna-red),” ucap Hermin.
Hermin juga menyebutkan, salah satu sisa angsuran pembelian mobil atas nama Imalko tersebut dibayarkan oleh Yuspandi (Ketua DPRD Natuna-red), adik sepupu dari Imalko sebesar Rp200 juta, dan sisanya Rp50 juta kembali ditranfer oleh seseorang yang ia lupa siapa orang dimaksud.
“Saya tidak tau asal dana pembelian mobil itu atas nama Imalko tersebut,” ucap wanita pengusaha di Natuna ini.
Tak Ada Bukti Pertanggungjawaban
Meskipun tanpa didampingi Penasehat Hukumnya, terdakwa Muhammad Nasir tetap memberikan keterangan untuk terdakwa Erianto (Saksi Mahkota).
Dalam keterangannya, M Nasir selaku Ketua LSM BP Migas Natuna mengakui, bahwa saat proses pencairan dana DBH BP Migas pertama Rp200 juta tahun 2011, telah diambilnya bersama terdakwa Erioanto selaku bendahara, di Bank Riau Kepri.
“Setelah dicairkan, uang Rp200 juta tersebut saya yang pegang, untuk keperluan LSM BP Migas,” ucap M Nasir.
Meski demikian, M Nasir mengakui tidak memiliki bukti formil berupa kwitansi untuk apa kegunaan uang Rp200 juta itu ia gunakan. “Ketika itu, Kepala DPPKAD Natuna yang dijabat oleh Darmanto menyampaikan tidak perlu ada kwitansi untuk pengeluaran sejumlah dana tersebut,” kata M Nasir.
Selain pencairan pertama Rp200 juta dana DBH BP Migas Natuna tersebut, M Nasir juga mengakui adanya pencairan dana Rp2,42 miliar melalui dana APBD-P Natuna tahun 2011 lalu, secara bertahap sebanyak 3 kali pencairan.
“Pencairan pertama Rp800 juta saya dan terdakwa Erianto yang mengurusnya ke DPPKAD Natuna. Sejumlah dana tersebut kemudian sebagian saya yang pegang. Namun hanya sebagian kecil saja ada bukti kwitasi pengeluaran. Begitu juga pencairan sisa dana dari 2,42 miliar lainnya,” ucap M Nasir.
Pengakuan M Nasir tersebut, sempat membuat majelis hakim yang menyidang perkara tersebut geram, karena kapasitas M Nasir sendiri di BP Migas itu hanya selaku ketua, dan seharusnya dana tersebut dipegang oleh terdakwa Erianto selaku Bendahara LSM BP Migas.
“Lantas apa kapasitas bendahara di BP Migas itu. Dan mana bukti pertanggung jwaban saudara terhadap penggunaan sejumlah uang negara yang sudah saudara ambil saat itu,” ungkap majelis hakim.
M Nasir juga mengakui, pada tahun 2012 juga mengajukan proposal pencairan dana untuk LSM BP Migas yang dipimpinnya sebesar Rp1,3 miliar lebih melalui dana APBD Natuna. “Sebagian dana tersebut saya gunakan untuk kegiatan, berupa seminar di Hotel Confort Tanjungpinang, termasuk kegiatan lainya,” kata M Nasir.
Meski demikian, M Nasir mengakui tidak memiliki bukti kwitansi penguluaran dana yang cukup sebagai pertanggungjabannya menggunakan uang negara tersebut. “Hanya sebagian kecil saja ada bukti kwitansi pengeluaran dana tersebut,” ucap M Nasir.