Maraknya kasus zika di Singapura membuat Pemerintah Provinsi Kepri dan Pemko Batam waspada. Pemeriksaan kesehatan turis asing, terutama dari Singapura dan Malaysia, yang masuk ke Kepri diperketat sejak tiba di pelabuhan.
Seperti yang dilakukan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang. Mulai pagi ini (30/8), setiap penumpang kapal feri dari Singapura diwajibkan mengisi kartu kewaspadaan kesehatan (health alert card).
Kepala Seksi Pengendalian Karantina dan Surveillance di Pelabuhan Sri Bintan Pura, Jufrihadi, menjelaskan teknis pengisian kartu berwarna kuning ini sudah bisa dilakukan sejak penumpang masih berada dalam kapal.
“Mekanismenya, kapten kapal melalui ABK-nya membagikan kartu ini kepada para penumpang. Lalu mereka diminta mengisi data diri dan keterangan asal daerah,” terang Jufrihadi, Senin (29/8).
Bukan hanya itu, dalam kartu tersebut penumpang juga diminta turut menyertakan segala jenis keluhan kesehatan yang mungkin saja dialaminya ketika berada di luar negeri.
“Ada satu lembar yang dapat diparuh lembarnya. Satu lembar untuk Kantor Karantina Kesehatan, dan selembar lagi dapat disimpan oleh penumpang yang bersangkutan,” terangnya lagi.
Hal semacam ini bukannya tanpa manfaat. Lebih lanjut Jufrihadi menjelaskan, lembar yang tersimpan tersebut dapat diberikan kepada rumah sakit atau puskesmas jika nantinya dalam seminggu kemudian dirasakan gangguan kesehatan yang menjurus kepada indikasi infeksi virus zika.
Tidak hanya mengisi kartu kewaspadaan kesehatan, setiap turis asal Singapura juga diwajibkan melalui pemeriksaan dengan mesin pemindai panas tubuh (thermo-scan) di Pelabuhan Sri Bintan Pura. Ketika ada penumpang kedapatan bersuhu badan lebih dari 38 derajat celcius, teknologi tersebut bakal memberikan tanda.
Sehingga penumpang tersebut akan diwawancarai mengenai tempat tinggal dan juga rekam jejak perjalanan pada beberapa hari belakangan. Setelahnya akan diidentifikasi oleh dokter pelabuhan.
“Jika mengarah pada kecurigaan zika, selanjutnya penumpang tersebut akan dibawa ke rumah sakit rujukan untuk mendapatkan perawatan,” ujar Jufrihadi.
Pencegahan serupa juga dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Batam. Pemeriksaan dan pengawasan turis asing yang masuk ke Batam akan diperketat.
“Pastinya kita akan perketat pengawasan di pelabuhan,” kata Kepala KKP Kelas I Batam, Anas Maruf, Senin (29/8).
Mengingat Batam sangat dekat dengan Singapura, pihaknya juga memastikan setiap yang masuk ke Batam harus melalui alat pemantau suhu badan. Selain itu, KKP juga menyediakan ruangan pemerikasaan hingga karantina sementara di setiap pelabuhan.
“Jika ada terduga yang dicurigai akan langsung kita berikan tindakan,” ujarnya.
Dia juga mengimbau bagi masyarakat Batam yang baru saja berkunjung ke Singapura untuk lebih waspada. Jika merasakan beberapa gejala seperti demam tinggi, muncul ruam, dan sebagainya, hendaknya segera memeriksakan kesehatan ke puskesmas terdekat.
“Suhu di atas 38 derajat harus segera memerikasakan diri,” ujarnya.
Kepala Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam, Candra Rizal, membenarkan Pemko Batam meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran virus zika. Mengingat jarak Batam dan Singapura yang begitu dekat. Sebab saat ini, sedikitnya ada 41 warga di Singapura yang terjangkit virus ini.
“Kami menyiapkan thermal scanner (pendeteksi suhu tubuh, red),” kata Candra, kemarin.
Alat pendeteksi suhu tubuh itu akan dipasang di pintu-pintu masuk tujuh pelabuhan dan bandara di Batam. Seperti di Pelabuhan Feri Internasional Batam Centre, Pelabuhan Sekupang, Pelabuhan Nongsapura, dan Pelabuhan Harbour Bay.
Alat itu akan mendeteksi suhu tubuh setiap orang yang melewati pintu masuk. Pemilik suhu tubuh di atas 38 derajat akan diperiksa secara intensif.
“Kalau tidak ada apa-apa, ya sudah. Kalau akut, akan dirujuk ke rumah sakit terdekat,” ujarnya.
Pemko juga akan menyiagakan tim medis di pelabuhan-pelabuhan tersebut. Serta menyiapkan klinik. Sejauh ini, menurut Candra, situasi di Batam masih kondusif.
“Belum ada (yang terinfeksi). Itu tadi bentuk antisipasi kami,” ujarnya.
Hari ini, Pemerintah Provinsi akan menggelar rapat bersama kantor pelabuhan kabupaten/kota se-Kepulauan Riau di Kantor Pelabuhan Batam di Batuampar. Rapat itu akan membahas tindakan-tindakan preventif agar virus zika tersebut tidak masuk ke wilayah Kepri.
“Kami juga berupaya mengedukasi masyarakat agar tahu virus ini. Sehingga masyarakat juga bersiaga,” ujar Candra lagi.
Untuk diketahui, infeksi virus Zika terjadi melalui perantara gigitan nyamuk Aedes, terutama spesies Aedes aegypti. Virus Zika yang telah menginfeksi manusia dapat menimbulkan beberapa gejala, seperti demam, nyeri sendi, konjungtivitis (mata merah), dan ruam. Gejala-gejala penyakit Zika dapat menyerupai gejala penyakit dengue dan chikungunya, serta dapat berlangsung beberapa hari hingga satu minggu.
Virus Zika pertama ditemukan pada seekor monyet resus di hutan Zika, Uganda, pada tahun 1947. Virus Zika kemudian ditemukan kembali pada nyamuk spesies Aedes Africanus di hutan yang sama pada tahun 1948 dan pada manusia di Nigeria pada tahun 1954.
Virus zika menjadi penyakit endemis dan mulai menyebar ke luar Afrika dan Asia pada tahun 2007 di wilayah Pasifik Selatan. Pada Mei 2015, virus ini kembali merebak di Brazil. Penyebaran virus ini terus terjadi pada Januari 2016 di Amerika Utara, Amerika Selatan, Karibia, Afrika, dan Samoa (Oceania). Di Indonesia sendiri, telah ditemukan virus zika di Jambi pada tahun 2015.
Virus zika sifatnya yang menular juga dapat menjangkit ibu hamil kepada bayinya selama masa kehamilan, masa inkubasi, selama dua sampai tujuh hari setelah digigit nyamuk yang terinfeksi.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepri, Tjetjep Yudiana membenarkan penjelasan tersebut. Karena itu, satu hal yang paling mendasar yang bisa dilakukan adalah memberantas persebaran nyamuk sebagai pembawa virus zika.
Kata dia, yang paling mendasar ialah gerakan masyarakat untuk melakukan 3M (menguras, menutup, mengubur). Sebab bagaimanapun juga, virus zika ini tidak akan menjangkiti manusia jika tidak ditularkan oleh nyamuk Aedes Aigypti.
“(Gerakan) 3M ini sangat penting,” tegas Tjetjep.
Prinsip pencegahan penyebaran virus zika, sambung Tjetjep, nyaris sama halnya dengan antisipasi pada wabah demam berdarah dengue (DBD). Hanya saja, virus zika yang menjangkiti ibu hamil bisa berdampak amat buruk lantaran dapat menyebabkan cacat otak si janin.
“Ini yang menyebabkan kepalanya mengecil. Itu yang membedakan zika dan DBD,” terangnya.
Gejala umumnya pun nyaris sama. Bisa ditandai dengan kepala dan punggung yang berkelanjutan. Lalu rasa nyeri di belakang mata. Kemudian menurunnya stamina seseorang yang bikin mudah lelah. Umumnya gejala ini bersifat ringan dan bisa berlangsung hingga seminggu lamanya.
Karena belum ada vaksin atau obat tertentu yang dapat menyembuhkan virus zika, Tjetjep mengajak seluruh warga Kepri berpola hidup sehat. Dengan istirahat yang cukup dan minum yang cukup untuk mencegah dehidrasi.
Rencananya, Dinas Kesehatan Kepri bakal memimpin rapat koordinasi bersama dengan dinas kesehatan yang ada di tujuh kabupaten/kota. Rapat ini juga bakal ikut mengundang perwakilan dari pengelola pintu-pintu masuk internasional yang ada.
“Sekaligus ingin melakukan sosialisasi terus-menerus agar masyarakat lebih banyak tahu tentang zika. Untuk itu, kami bahkan telah mengimbau melalui selebaran-selebaran yang edar juga di puskesmas dan klinik,” terang Tjetjep.
Sementara berdasarkan penelusuran di sejumlah rumah sakit, sejauh ini belum ditemukan kasus zika di Batam maupun Kepri. Meski begitu, masyarakat tetap diminta waspada.
“Belum ada sama sekali. Mudah-mudahan tetap tak ada. Karena bagaimanapun itu termasuk penyakit yang berbahaya juga,” ujar Nuarini, Humas RSUD Embung Fatimah Batam, kemarin.
Meski belum ada kasus zika, Nuraini mengatakan pihaknya sudah menyiapkan berbagai peralatan medis jika kelak ada pasien yang terjangkit zika. “Ada kok penanganan medisnya. Cuma sekarang belum ada pasien jadi memang tak ada penanganan untuk jenis penyakit itu dan tentu kita semua berharap agar virus itu tak menjangkiti ke masyarakat kita,” tuturnya.