Kekerasan seksual terhadap anak-anak kini semakin marak dilakukan orang-orang terdekat. Menurut Psikolog M Syaltut, kondisi ini dipicu faktor situasional. Orang-oang terdekat akan mendekat bila melihat kesempatan.
“Berbeda dengan orang jauh yang biasanya sudah memiliki rencana untuk memancing korbannya,” ujar Syaltut.
Orang-orang terdekat tahu betul kebiasaan-kebiasaan si anak. Ketika situasi memungkinkan, kapan saja, ia dapat melakukan aksi bejatnya. Apalagi jika sudah terdorong hasrat.
Ambil contoh, kasus yang menimpa Mb. Bocah berusia 10 tahun itu digauli ayah tirinya, Muktar. Muktar mengaku tergoda setelah menonton video porno. Keadaan saat itu juga mendukung. Istrinya, ibu kandung Mb, tidak ada di rumah karena bekerja.
“Pengaruh pornografi, gampangnya mengakses video porno di internet, itu jadi salah satu faktor eksternal. Kalau faktor eksternal itu begitu kuat, ya sudahlah,” katanya lagi.
Pelaku orang terdekat akan dengan mudah membujuk korbannya. Sebab, si korban dipastikan akan susah menolak. Jikapun menolak, si pelaku akan membujuknya dengan iming-iming permen atau pulsa internet. Gaya hidup saat ini memungkinkan hal tersebut.
“Seperti kasus yang terjadi di (Tanjung)pinang. Dia cuma dikasih pulsa untuk internetan sudah mau,” ujar Syaltut.
Menurut Syaltut, orang terdekat seharusnya menjadi benteng utama anak-anak dari predator seksual. Namun, jika kemudian justru orang terdekat yang menjadi predator, orang terdekat lainnya harus lebih ketat mengawasi.
Pengawasan itu berlangsung mulai dari penampilan anak. Para orang tua harus memperhatikan pakaian anak. Misalnya, dengan memberikan celana legging untuk dikenakan di dalam rok sekolah.
Selain itu, pengawasan juga dilakukan untuk penggunaan internet. Jangan sampai anak-anak dapat mengakses pornografi.
“Mengantisipasi itu harus secara keseluruhan. Sebab, kasus-kasus itu ada karena orang tua abai terhadap hal-hal tersebut,” katanya