Semua tahu tokoh-tokoh yang terlibat dalam pembentukan Provinsi Kepulauan Riau. Semua hapal tanggal resmi berdirinya. Semua ingat sosok gubernur pertamanya. Semua fasih bercerita runut peristiwanya. Satu yang semua lupa; siapa pembuat lambang resminya.
FATIH MUFTIH, Kijang.
Waktu sudah nyaris pukul lima pagi. Ayat-ayat suci dari pengeras suara masjid mulai terdengar. Voffy beranjak dari depan komputer. Semalaman ia terjaga di depan monitor. Mengasah kemampuannya mengoperasikan perangkat lunak Corel Draw. Kata temannya, panitia tidak menerima sketsa lambang yang menggunakan goresan tangan. “Semuanya harus digital,” pesan temannya.
Bukan karena tidak bisa. Tapi Voffy belum terbiasa melukis menggunakan peranti komputer. Pengalamannya selama ini sebatas menggores di atas kanvas maupun kertas. Pekerjaannya saat itu adalah tukang sablon kaos. Namun, keinginan kuatnya untuk belajar menggambar dari komputer melupakan lelah dan kantuknya semalaman. Tenggat pengumpulan karya sudah semakin dekat.
Begadang boleh begadang, asal ada perlunya. Hasil semalaman berkutat dengan Corel Draw di komputer pentium duanya itu mempermudah kerja Voffy menyalin sketsa tangan ke olah digital. Meski tertatih ia mulai mewarnai gambarnya. Sebagian besar bidang dipulas biru. Ada hijau, kuning, putih, dan hitam. Menggambar kapas dan padi. Perahu berlayar. Keris bertangkai burung serindit. Riak gelombang. Satu bintang. Semuanya masuk dalam sebuah bingkai berbentuk serupa perisai.
Setelah rampung, disimpan dalam disket. Dimasukkan dalam amplop cokelat. Dikirimkan ke panitia. Voffy tidak lagi mengingatnya. Kalau memang garapannya dilirik panitia, itu rezekinya. Kalau tidak, ia pun tidak mengapa. “Saya hanya mencoba ikut berpartisipasi saja,” ungkapnya.
Voffy agak nyentrik. Pemuda kelahiran Pariaman, Sumatera Barat, ini punya rasa cinta dengan daerah di mana ia pernah tinggali. Ia mengoleksi lagu-lagu daerah. Ia menyimpan beragam baju adat. Bahkan, ia juga menguasai bahasa daerah seperti Jawa, Batak, Palembang, Bengkulu, dan sudah pasti Melayu. Cinta ini rupanya yang tidak pernah berkhianat dan salah alamat. Sketsa tangan yang diolah menjadi digital dalam sekotak komputer pentium dua garapan Voffy terpilih sebagai pemenang pertama sayembara.
Hadiah uang tunai yang diterimanya Rp 15 juta. Tapi bukan itu yang bikin girang. “Karya saya bisa memberi manfaat buat orang banyak,” ucapnya.
Sketsa karya Voffy bukan sembarang sketsa. Melalui sebuah sayembara, dua belas tahun lalu, Provinsi Kepulauan Riau yang baru berdiri juga memerlukan lambang resmi sebagai pelengkap administrasi. Melalui pelbagai penyempurnaan, kemudian sketsa Voffy yang terpilih itu ditetapkan sebagai lambang resmi provinsi. Melekat di semua kop surat. Menempel di sebelah kiri pakaian dinas. Tercetak di semua spanduk. Nyaris tidak mungkin semua kegiatan provinsi ada tanpa menyertakan lambangnya, yang merupakan olah kreativitas seorang tukang sablon bernama lengkap Voffy Andri Tanjung itu.
“Karya anak Kijang itu yang paling mendekati dengan apa yang kami cari,” kata Husnizar Hood, perwakilan seniman yang pada sayembara itu menjadi anggota dewan juri.
Setelah lima anggota dewan juri lainnya dari lembaga adat sepakat, tidak ada alasan untuk tidak memenangkan karya Voffy untuk disempurnakan dengan sedikit sentuhan. Dan kemudian diresmikanlah karya Voffy tersebut sebagai lambang resmi Kepri sampai hari ini.
Semangat Berbuat untuk Daerah
Batam Pos seolah berjodoh dengan Voffy. Surat kabar ini adalah sumber informasi Voffy tentang sayembara pembuatan lambang resmi Provinsi Kepri. Dari Batam Pos pula ia beroleh kabar kemenangannya. “Dan sekarang, setelah lebih dari sepuluh tahun lomba itu saya diwawancara Batam Pos,” ucap Voffy ditemui di ruang kerjanya di Jalan Hang Jebat, Kijang Kota, Jumat (23/9).
Perbincangan mengenang peristiwa yang telah dua belas tahun berlalu itu bukan hal yang mudah. Ada banyak detil terlupa. Tapi segala yang berkesan masih teringat dalam kepala. Semisal ketika Voffy mesti mengumpulkan bahan-bahan sebagai ide dasar pembuatan lambang resmi Provinsi Kepri.
Ia sadar setiap lambang itu mudah saja menggambarkannya. Namun pemaknaan lain cerita. Sebab itu, ia mesti berkorespondensi dengan tokoh-tokoh adat di dekat tempatnya tinggal. Semisal jumlah ulir keris, model gagangnya, hingga definisi tepak sirih. “Istilah kerennya sekarang riset kali ya. Saya tanya-tanya dengan Pak Saleh dari Lembaga Adat Melayu Bintan,” kenangnya.
Dari diskusi itu kemudian mulai terlintas purwarupa lambang Provinsi Kepri. Untuk keperluan lambang daerah ternyata pertimbangan grafisnya tidak mudah atau seenteng menciptkan lambang komunitas. Kata Voffy, mesti ikut dipikirkan ketebalan setiap garisnya, kemungkinan bila dicetak hitam-putih sebagai kop surat. Termasuk pula saat itu, untuk membentuk bingkainya, Voffy mempertimbangkan keselarasan dan kemenarikan lambang ini bila dilekatkan di seragam dinas.
“Memang kompleks. Ini lambang resmi yang harus bisa digunakan dalam bentuk apapun,” jelasnya.
Tapi semua itu dilakoni Voffy sepenuh hati. Seperti yang diutarakannya berulang kali, betapa cinta ia dengan daerah dimanapun ia tinggali. Kendati kala itu baru setahun menetap di Provinsi Kepri, sudah terniat dalam hatinya ingin berbuat sesuatu untuk provinsi ke-32 ini. Dan tidak pernah terlintas dalam benaknya, bahwa bakti itu terwujud dalam kemampuan tangan dan kreativitas olah pikirnya merancang lambang resmi untuk sebuah provinsi.
Ada jenis kebanggaan yang, kata dia, susah diungkapkan dengan kata-kata. Ke mana pun ia pergi tak pernah terlepas dari matanya lambang Provinsi Kepri melekat dimana-mana. Di tepi jalan, di kantor dinas, kantor gubernur, gedung daerah, spanduk, baliho, pakaian dinas, dan kop surat. Kebanggaan yang cukup baginya disimpan dalam diri dan bisa dikenang hingga nanti dan jadi cerita buat anak-anaknya.
“Karena kalau cuma uang yang dicari, Rp 15 juta itu juga sudah habis untuk sekolahkan adik-adik. Tapi kebanggaan ini akan selamanya ada. Kalau orang tak tahu ya tidak apa-apa. Saya berbuat ini kan buat daerah bukan agar dilihat orang-orang,” ucapnya mantap.
Impiannya hanya satu. Voffy berharap makna lambang yang ia tuangkan bisa terwujud seiring berjalannya waktu. Makna dalam lambang itu diimpikannya sebagai petunjuk mata arah pembangunan provinsi ke depannya.
Voffy ingin melihat Provinsi Kepri ini maju dan sejahtera. Ia ingin berkesempatan merasakan Provinsi Kepri menjadi berani dan terbilang dalam pembangunan ekonomi, kebudayaan, dan pendidikan.
“Setelah 14 tahun berdiri. Saya rasa perkembangan Kepri cukup maju dan pesat. Saya ikut bangga juga dengan itu,” ujarnya.
Sabtu (24/9) pagi ini, Provinsi Kepulauan Riau berulang tahun ke-14. Selama itu pula Voffy tidak pernah mendapat undangan resmi untuk menghadiri perayaan. Namun pada setiap hari jadi provinsi, dalam ingatan dan hatinya ada sejenis kebanggaan yang disimpannya sendiri, yang ia ingat lewat sebingkai lambang provinsi yang ia cetak besar-besar di ruang kerjanya. Juga melalui piagam penghargaan yang masih terpajang di sudut ruang.
Sepaling tidak, Voffy adalah wujud nyata dari petuah Melayu. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Mewakili masyarakat Kepulauan Riau, kami mengucapkan terima kasih. Selamat merayakan Ulang Tahun ke-14 Provinsi Kepri!